Sabtu minggu kemarin seperti biasa saya berdua Azka pulang ke rumah kami. Sudah dua minggu kami nggak pulang karena Jakarta memanggil kami untuk berlibur disana.
Pagar rumah dibuka, kamboja merahku sudah makin lebat, sebaliknya dengan si palem merah, tak kunjung memperlihatkan pertumbuhannya setahun ini. rumput sudah mulai menghijau lagi, hanya beberapa dedaunan yang terlihat kurus menguning. Masuk ke dalam rumah, rumah tampak lengang, tidak berantakan, tapi bau debu pun terasa, lantai pun terasa lengket saat menjejakkan kaki. Azka seketika berlarian ke dalam rumah, “wahhh… Asalamualaikum rumah Ataaa… kasian rumah Ataa sendiriannn…”.
Baiti Jannati. Insya Allah…
Tempat pertama yang saya lihat setelah menaruh barang adalah kamar mandi. Aah… sudah kuduga. kecoak berpesta pora disana. ffiuhhh… kerja bakti di mulai. Rajutan benang laba-laba juga turut menghias langit-langit rumah. Melihat dapur, lalu kulkas, tempat cucian dan kamar alhamdulilah aman, tidak ada pakaian kotor yang tertinggal, hanya setrikaan yang sudah memenuhi keranjang. Kerja bakti pun dilakukan dengan bantuan Azka. Walaupun anak laki-laki ini masih berumur 30 bulan, tapi dia selalu turut serta membantu setiap apa yang saya lakukan, sambil sesekali berhenti meneruskan keasyikannya bermain.
Rutinitas ini tak terasa sudah setahun kami lewati. setengah tahun pertama masih kami lewati dengan senang hati dan bahagia bersama Papa Azka tercinta. setengah tahun kedua dengan memohon ridho Allah kami merelakan imam kami mencari nafkah ke Pulau Seberang. 1-2 bulan sekali kami baru bisa melepas rindu.
Rindu… sangat rindu dengan kebersamaan seperti dulu. saat saya hanya dirumah bersama Azka, lalu menanti “Malaikat Pelindung” kami datang setelah sehari penuh bercucur peluh dan beradu pikir mencari rizkiMu. Iya… saya sangat menikmati peran saya sebagai ibu rumah tangga, bekerja di rumah dan dengan tangan sendiri mendidik dan mengasuh Azka. it’s so priceless… Pencapaian terbesar dalam kehidupan saya.
Mungkin tiga tahun yang lalu, saya merasa sedih, saat Perusahaan tempat saya bekerja “melarang” kami melaksanakan sunnah Rasulullah menyempurnakan agama kami. Sedih karena saya merasa belum selesai membahagiakan kedua orang tua saya dan adik-adik. Akhirnya keputusan terbaik kami ambil. Wanita tidak wajib bekerja diluar, Allah yang akan mencukupkan rejeki keluarga kami melalu suami. Alhamdulilah Allah langsung memberikan kami cahaya kebahagiaan melalui kehamilan saya. Allah itu Maha Adil dan Maha Penyayang, amanah dari Allah adalah hal yang tak ternilai. Sabar dan syukur selalu kami panjatkan. Melalui kelahiran anak kami, menjadikanku lebih mengerti dan bersabar bahwa perjuangan hidup baru dimulai, yaitu menjadi seorang ibu.
Cepat atau lambat Allah akan memberikan rezeki dan berkah yang lebih besar dibalik kesedihan dan cobaan. Saya bisa merasakan kelahiran secara alami walaupun saat itu anak saya belum waktunya lahir, tapi Allah memudahkan semuanya. Memberikan hak ASI eksklusif kepada Azkafaiz, menikmati setiap momentnya, mengenal dan mendalami dunia anak-anak dan parenting, menikmati setiap perkembangan dan pertumbuhannya, celotehnya, tangisannya, pertama kali dia makan, betapa bahagianya melihat Azka sangat lahap saat merasakan makanan sehat buatan mamanya, hingga saya mengenal dan bertemu saudara-saudara muslimah baru melalui dunia maya yang saling menyemangati dan memberi inspirasi, membuat saya menemukan passion saya dalam food, children and photography. Betapa banyak sekali keindahan dan kebahagiaan yang Allah berikan kepada kami, hanya dengan bersabar lalu bersyukur.
Akhir tahun 2013, Allah kembali menguji kami. Perusahaan tempat saya bekerja dulu memanggil saya kembali untuk kembali bekerja disana. Aah… apalagi ini. Perusahaan yang gak konsisten pikir saya. Dapat dengan mudah saya menolak dan tidak menerima tawaran mereka bekerja kembali. Saya sudah merasa sangat bahagia dan nayaman dengan kehidupan saya sekarang. Namun ternyata tidak semudah itu. Orang tua dan keluarga tahu tentang itu semua. dan seperti yang sudah kami kira, mereka menginginkan saya kembali menerima tawaran itu. Masih teringat cita-cita membahagiakan orang tua yang belum selesai. suami juga memberi izin. Tapi rasanya masih setengah hati kalo harus menerimanya, ada amanah Allah yang tak bisa saya tinggal. Betapa seperti buah simalakama. Akhirnya dengan memohon ridho Allah, mempertimbangkan manfaat dan mudharatnya, kami berdua memutuskan untuk saya bekerja kembali, bersama-sama menanggung resiko yang mungkin nanti kami jumpai didepan, dan dengan catatan apabila ditengah perjalanan, saya merasa lelah bekerja, merasa begitu memberatkan, suami mengijinkan saya berhenti bekerja kembali.
Setiap hari, kita akan selalu mengambil keputusan dan pilihan dalam hidup, bahkan tidak memilihpun adalah pilihan kita juga. dan pada setiap pilihan itu pasti ada resiko nya. Jadi, semua pilihan itu tidak ada yang tidak baik, tinggal bagaimana kita menjalaninya lalu sanggupkah kita berdamai dengan resikonya.
Saya berani mengambil resiko bekerja kembali, resikonya saya tidak akan full time bersama anak saya, tapi Allah memberi jalan, setiap istirahat saya masih bisa pulang ke rumah orang tua, pekerjaan juga tidak terlalu berat sehingga saya bisa pulang tepat.
resikonya saya hanya setiap jumat, sabtu dan minggu bisa pulang ke rumah kami di Krian, karena tempat saya bekerja kembali sama dengan tempat saya bekerja dulu, di Mojokerto, resikonya saya dan Azka tidak bisa bertemu Papa azka setiap hari karena suami bekerja di Surabaya. Tapi, ternyata kami bisa, kami bisa melewati resiko itu semua, kami tetap mempunyai waktu bersama yang berkualitas walaupun berkurang dari segi kuantitas. Bersabar dan bersyukurlah, maka kebahagiaan akan mengiringi kita.
Pertengahan tahun 2014, kami diuji kembali. Ujian dari Allah datang berupa SK Tugas Karya suami dari Perusahaan. Suami yang dinas di Surabaya dipindahkan ke Jakarta lalu ke Pembangkit baru di Pangkalan Susu, Medan. Seketika itu juga pikiran saya teringat dengan kisah teman-teman di Lampung, NTT, Padang dan di tempat lain yang Para Suaminya juga dipindahtugaskan oleh Perusahaan kami dengan penempatan yang sangat jauh dengan tempat kami para Istri bekerja. Apa maksud semua ini? dimanakah hati nurani mereka? Apakah mereka tidak memiliki keluarga? Apakah mereka merasa nyaman saat jauh dari keluarganya? Apakah mereka sakit hati? banyak sekali pertanyaan-pertanyaan dan ungkapan kekecewaan dan kemarahan dalam hati dan pikiran saya. Kembali dengan memohon ridho Allah, kami berusaha menjalani perjalanan hidup kami ini dengan sabar dan kuat. Kami percaya Allah Maha Adil, Allah Maha Pengasih dan Penyayang, Allah Maha Tahu, dan Allah yang memiliki segala apa yang ada di dunia fana ini. Hanya berpasrah kepada Allah, kemudian berjuang untuk ikhlas yang dapat kami lakukan. satu bulan atau dua bulan sekali suami baru bisa pulang, dengan tetap menjaga kualitas komunikasi. Selalu meyakinkan Azka bahwa badai pasti berlalu dan kelak kita akan kembali berkumpul bersama-sama.
“Puncak kangen paling dahsyat saat dua orang tidak saling telpon, sms, bbm tetapi keduanya diam-diam saling mendoakan.”
Quote favorit dari Sudjiwo Tedjo yang secara implisit kami rasakan. kuantitas komunikasi kami memang tidak sering, tidak setiap hari dan tidak jarang. Hanya sesekali kami saling menelpon dan bercengkrama melalui chatting. Melalui doa dan bermunajat kepada Allah kami merasakan betapa besar kasih sayang Allah kepada kami, rindu seperti tertambat.
Tak terasa sudah satu tahun kami melakukan perjalanan takdir yang hebat dari Allah. Banyak ujian lebih berat yang sudah berhasil kami lewati. Semoga kami juga bisa melewati kerikil-kerikil kecil ini. Saya yakin dan percaya, Allah menyayangi setiap hambanya dengan cara yang tidak pernah disangka-sangka, Allah memberi kebahagiaan pada waktu dan tempat yang tidak pernah kita pikirkan sebelumnya, karena sesuatu yang buruk menurut kita, justru itu yang baik dimata Allah dan diperlihatkan pada kita dengan cara yang lain. Cukup bersabar lalu bersyukur, maka kebahagiaan akan datang kepada kita…
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (Al-Baqarah: 216)