Stay at Home with Papa

Tak terasa sudah setahun lebih sebulan Papa Azka bertugas di luar Jawa. Awal menjalani LDR memang berat ya, tapi Allah punya rencana lain buat kami, mungkin Allah ingin agar kami lebih bersabar, lebih menjaga diri supaya nanti kalau kami bisa melewati ini kami bisa naik kelas. Selama setahun ini juga banyak pembelajaran yang kami rasakan, masing-masing dari saya n suami jadi lebih mandiri, saya jadi lebih tangguh dan lebih meningkatkan kualitas komunikasi. Setiap sebulan sampai dua bulan sekali baru kami bisa melabuhkan rindu.

Selama pulang, kurang lebih 2-3 minggu dirumah, Azka lebih dihandle sama papanya. termasuk pekerjaan rumah. Yang nyuciin baju, dan yang paling betah itu berkutat di dapur. Apalagi puasaan gini, bisa pulang-pulang dari mana gitu bawa stock makanan n minuman, trus langsung eksekusi buat saya dan Azka. Mulai dari bikin Susu Goyang Kurma (ini mah bahasanya Papa Azka, padahal ya Jus susu Kurma… :D), banana milkshake, bikin menu buka puasa, bikin menu sahur segala. Papanya Azka ini paling jago kalo suruh bikin sambel, secara pecinta sambel banget ya, jadi kalo suami pulang selalu nyetok cabe banyak2 di kulkas, hihihi…

Selama saya kerja, Azka sama papanya di rumah. Mandi sama papa, digorengin papa ayam, disuapin, nungguin Azka sepedaan, ngajakin Azka main dan ngobrol, ngajakin Azka sholat dhuhur di mushola, ngelonin Azka bobo, mandiin sore dan bikin makanan buat buka. sebelumnya bahan2 makanan dan bumbu2 udah saya siapkan sebelumnya, jadi si papa biar ga repot banget. Aah… Alhamdulilah, suami dan Ayah idaman kami cukup seperti ini. Yang bahu membahu dalam urusan domestik, kerjasama dalam pengasuhan dan pendidikan anak, enak diajak sharing, penyayang dan perhatian sama kami.

Bagi kami, seorang anak laki-laki itu harus dekat dengan seorang Ayah. Anak laki-laki itu meniru, mencontoh dan meneladani figur seorang Ayah. Itu adalah hal pertama yang saya kuatirkan saat kami menjalani LDR, kedekatan dan kebersamaan antara Ayah dan Anak. Jadi selama kami dekat, kami benar2 memanfaatkan waktu, Azka lebih sering dihandle papanya. Selama kami jauh, telpon jadi media kami untuk berkomunikasi, dan saya sering bercerita ke Azka tentang bagaimana seorang laki-laki itu, nyeritain gimana seorang Papanya Azka, gimana papa waktu sekolah, kesukaan nya papa apa, jadi walopun kami sedang jauh, Azka selalu dekat sama Papanya.

Ibu tidak bisa menggantikan figur Ayah, begitupun Ayah tidak bisa menggantikan figur seorang Ibu. Jadi kita harus selalu bersyukur masih diberi kesempatan mengemban amanah ini. karena ada beberapa hal yang hanya bisa diajarkan oleh Ayah kepada anak laki-laki, bukan dari seorang Ibu.

Anak laki-laki pertama kali belajar menjadi dirinya dengan mengamati ayahnya yang sesama, Ayah itu sebagai pembentuk identitas seorang anak laki-laki. semenjak 2 tahun Azka mulai meniru dan mengamati perilaku papanya, Alhamdulilah kami selalu saling mengingatkan jika dirasa ada dari perilaku kami yang seharusnya tidak baik dilihat Azka, karena benar seorang anak itu peniru ulung. Disinilah peran Ayah ada untuk menjaga fitrah seorang anak, yaitu Azka sebagai anak laki-laki. Sekarang kalo ada papanya, Azka diantar pipis sama Papa, sholat sama Papa, karena juga untuk mendidik dan ngajarin Azka bahwa dia seorang laki-laki, beda dengan perempuan. Jadi peran Ayah itu sebagai pembentuk identitas, penanaman dan pembentukan karakter serta Papanya lah nanti yang bertugas memberikan pemahaman tentang seks.

Semoga Papa bisa meneladani seorang Luqman dalam mendidik anak-anaknya, dan kami bisa meneladani Nabi Ibrahim dalam mendidik anak laki-laki… aamiin Allahumma aamiin…

 

Leave a comment